Menderita Cacar Monyet, Berobat ke Dokter Spesialis Apa? Halaman all - Kompas

 

Menderita Cacar Monyet, Berobat ke Dokter Spesialis Apa? Halaman all - Kompas

KOMPAS.com - Media sosial diramaikan dengan pertanyaan warganet soal penanganan pasien cacar monyet atau monkey pox (Mpox)

Unggahan itu dimuat oleh akun X (Twitter) @tan*** pada Rabu (21/8/2024).

Dalam unggahan itu, pengunggah menanyakan dokter spesialis yang bisa menangani pasien Mpox.

Sebab, setiap penyakit pasti bisa ditangani oleh dokter spesialis tertentu.

Penderita Covid-19, misalnya, diarahkan untuk berobat ke dokter spesialis paru-paru karena penyakit ini berhubungan dengan saluran pernapasan.

“Plz jawab. serius nanya. kita terkena covid berobatnya ke dokter spesialis paru paru. kalau terkena monkeypox ke dokter spesialis mana ahlinya?” tanya pengunggah.

Lantas, penderita cacar monyet berobat ke dokter spesialis apa?

Baca juga: Cegah Jadi Pandemi, Perlukah Vaksinasi Massal Mpox Seperti COVID-19?

Penjelasan Kemenkes

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pengobatan cacar monyet tidak perlu datang ke dokter spesialis tertentu.

Menurutnya, pemeriksaan atau pengobatan cacar monyet bisa dilakukan ke dokter umum di rumah sakit.

“Di puskesmas juga bisa, tidak harus dengan dokter spesialis,” kata Nadia saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/8/2024).

Meski demikian, penyakit cacar monyet ini biasanya dapat diketahui melalui gejala berupa ruam atau lesi di kulit.

Ruam atau lesi pada kulit ini berkembang mulai dari bintik merah seperti cacar, lepuh berisi cairan bening atau nanah, dan mengeras atau keropeng, lalu rontok.

Baca juga: 6 Wilayah Sebaran Kasus Mpox di Indonesia per Agustus 2024, Mana Saja?

Ia menjelaskan, jumlah lesi pada tiap individu pun berbeda-beda, bahkan bisa mencapai ribuan.

Namun, ruam cenderung terkonsentrasi pada wajah, khususnya mulut dan mata. Gejala ini juga muncul di alat kelamin, telapak tangan, dan telapak kaki.

Beberapa gejala lain yang muncul adalah demam, sakit kepala hebat, nyeri otot, sakit punggung, lemas, dan pembengkakan kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau selangkangan, serta ruam atau lesi

Ruam atau lesi ini, biasanya akan muncul dalam satu sampai tiga hari sejak demam.

Nadia menyampaikan, Kemenkes sudah menyalurkan obat-obatan simtomatis kepada penyedia layanan kesehatan atau fasilitas kesehatan.

“Pasien dengan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri di rumah dengan pengawasan dari puskesmas setempat, sedangkan pasien dengan gejala berat harus dirawat di rumah sakit,” jelas dia.

Baca juga: WHO Tetapkan Mpox sebagai Darurat Kesehatan Global, Mungkinkah Jadi Pandemi?

Persebaran kasus cacar monyet di Indonesia

Sementara itu, Plh. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Yudhi Pramono menyampaikan, sejauh ini terdapat 88 kasus Mpox di Indonesia.

Secara rinci, ada 59 kasus di DKI Jakarta sebanyak 59, Jawa Barat 13 kasus, Banten 9 kasus, Jawa Timur 3 kasus, DI Yogyakarta 3 kasus, dan Kepulauan Riau 1 kasus.

Dari jumlah itu, sebanyak 87 kasus telah dinyatakan sembuh dari penyakit cacar monyet.

Sebanyak 54 kasus dinyatakan memenuhi kriteria untuk dilakukan whole genome sequencing (WGS) guna mengetahui varian virusnya.

"Dari 54 kasus ini seluruhnya varian Clade 2b. Clade 2 ini mayoritas menyebarkan wabah monkeypox pada tahun 2022 hingga saat ini dengan fatalitas lebih rendah dan ditularkan sebagian besar dari kontak seksual," ujar Yudhi dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Kamis.

Baca juga: Waspada, Kenali 5 Cara Penularan Wabah Mpox Berikut Ini

Seperti diketahui, terdapat beberapa varian virus cacar monyet, yakni Clade 1 berasal dari Afrika Tengah (Congo Basin) dengan subclade 1a dan 1b.

Subclade 1a memiliki case fatality rate (CFR) lebih tinggi daripada clade lain dan ditularkan melalui beberapa mode transmisi. Sementara, subclade 1b ditularkan sebagian besar dari kontak seksual dengan CFR 11 persen.

Berbeda dengan Clade 1, Clade 2 berasal dari di Afrika Barat dengan subclade 2a dan 2b dengan CFR 3,6 persen.

Clade 2 ini memiliki CFR rendah dengan kasus sebagian besar berasal dari kontak seksual saat wabah pada 2022 lalu.

Dengan begitu, orang yang berhubungan seks dengan gonta-ganti pasangan, berisiko tinggi tertular cacar monyet. Laki-laki yang melakukan seks dengan sejenis, menjadi kelompok risiko utamanya.

Baca juga: Bisakah Perempuan Terinfeksi Cacar Monyet? Ini Penjelasannya

Clade 1 belum terdeteksi di Indonesia

Ilustrasi cacar monyet.

Lihat Foto

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), Prasetyadi Mawardi mengatakan, varian cacar monyet Clade 1 belum terdeteksi di Indonesia.

Dengan begitu, sejak 2022, varian yang ditemukan di Indonesia adalah Clade 2.

"Clade 1 memang menurut refleksi angka fatality rate-nya relatif lebih tinggi dibanding Clade 2, terus kemudian varian ini biasanya disebabkan oleh close contact (kontak erat), tidak melulu sexual contact," kata Prasetyadi.

Karena cacar monyet utamanya menyerang kulit, ia mengimbau agar tidak memencet dan menggaruk ruam atau lesi pada kulit yang diduga sebagai gejala penyakit tersebut.

Sebab, ruam atau lesi baik basah maupun sudah mengering, berpotensi menularkan virus cacar monyet.

Selain itu, penderita juga tidak boleh berbagi barang-barang pribadi, seperti handuk dan pakaian.

Apabila terdapat benjolan atau bintil dan mengalami luka, sebaiknya segera diberi obat.

Baca juga: Kronologi Kematian Pasien Cacar Monyet Pertama di Indonesia, Disebabkan Komorbid Berat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca Juga

Komentar

Kopiminfo

Liputan Informasi 9

Opsitek